Petisi Brawijaya Media – Proses negosiasi antara PT Pertamina (Persero) dan sejumlah SPBU swasta terkait pasokan bahan bakar minyak (BBM) masih berlangsung dan belum mencapai kesepakatan final. Negosiasi ini menjadi krusial di tengah kelangkaan BBM di beberapa SPBU non-Pertamina, seperti Shell, Vivo, dan BP-AKR, yang sempat mengalami kekosongan stok dalam beberapa pekan terakhir.
Pertamina melalui subholding-nya, Pertamina Patra Niaga, tengah membahas skema kerja sama pembelian base fuel BBM murni sebelum dicampur aditif dengan badan usaha swasta.
Menurut Roberth MV Dumatubun, Pj Corporate Secretary Patra Niaga, negosiasi dilakukan secara terpisah dengan masing-masing perusahaan agar spesifikasi BBM yang diinginkan dapat terpenuhi.
“Negosiasi dan pembahasan masih berjalan, ya karena B2B ya, kita masih terus berdiskusi, negosiasi. Ini langkah positif, harapannya bisa jadi pecah telur,” ujar Roberth, saat dikonfirmasi pada Senin, (20/10/2025).
Jika kesepakatan tercapai, Pertamina akan membuka tender untuk memilih pemasok yang sesuai dengan spesifikasi yang disepakati.
Namun Roberth tak ingin menanggapi lebih lanjut berkaitan dengan aspek pertimbangan hingga target rampungnya kesepakatan dengan SPBU swasta.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menargetkan ketersediaan pasokan BBM di SPBU swasta dapat tersedia kembali akhir Oktober.
Bahkan, pada Jumat (17/10/2025), Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Alysius Mantiri mengatakan, negosiasi rencana pembelian BBM base fuel akan diputuskan pada hari itu.
“Masih berjalan terus saat ini dengan Badan Usaha BBM swasta, kemungkinan sore atau malam ini akan segera ada keputusan,” ujar Simon di kompleks Istana Kepresidenan, pekan lalu.
Menurut Simon, pembahasan tersebut menyangkut aspek komersial dan pasokan energi nasional, termasuk kerja sama pembelian base fuel antara Pertamina dan beberapa badan usaha swasta seperti Shell dan lainnya.
Simon menegaskan, Pertamina tetap berkomitmen menjalankan prinsip transparansi dan keterbukaan harga dalam seluruh proses bisnisnya. Dia memastikan langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas harga BBM di masyarakat agar tidak terjadi kenaikan.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia kembali menegaskan bahwa setiap badan usaha yang beroperasi di Indonesia harus patuh dan taat terhadap aturan usaha yang ada di Tanah Air. Bahkan, Bahlil mempersilakan para badan usaha (BU) hilir migas swasta tersebut untuk keluar dari Indonesia jika tidak menaati aturan.
“Kalau ada yang merasa berusaha di negara ini enggak ada aturannya, monggo cari negara lain. Karena negara ini kita bekerja, semua warga negara Indonesia harus patuh pada aturan main dan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia. Apalagi yang lain,” kata Bahlil di sela acara HIPMI-Danantara Indonesia Business Forum 2025 di Hotel Kempinski, Senin (20/10/2025).
Bahlil mengingatkan bahwa BBM adalah cabang produksi yang dikuasai negara sesuai Pasal 33 UUD 1945. Ia meminta pengusaha SPBU swasta untuk mematuhi aturan yang berlaku dan tidak sembarangan mengajukan kuota impor BBM.
“Negara ini ada negara hukum, ada aturan. Bukan negara tanpa tuan. Pasal 33 UUD 1945 itu menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,” ucap dia.
Sebagai informasi, target Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero) bahwa operator SPBU swasta akan menandatangani kesepakatan pembelian BBM dasaran atau base fuel dari Pertamina pada Jumat (17/10/2025) ternyata meleset.
PT Pertamina Patra Niaga (PPN) mengungkapkan negosiasi jual–beli base fuel dengan BU hilir migas swasta justru masih dalam tahap pembahasan aspek teknis spesifikasi BBM dasaran dan aspek komersialnya.
Dengan kata lain, hingga kini belum terdapat kesepakatan yang diputuskan dalam rapat lanjutan antara PPN serta sejumlah operator SPBU swasta pada Jumat tersebut.