Petisi Brawijaya Media – Sebanyak 426 siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta dilaporkan mengalami gejala sakit perut dan diare pada Kamis dini hari (16/10), usai menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dibagikan sehari sebelumnya. Insiden ini memicu kekhawatiran publik dan mendorong investigasi dari pihak sekolah serta instansi terkait.
Kepala SMA Negeri 1 Yogyakarta, Ngadiya, menyatakan bahwa gejala mulai dirasakan siswa antara pukul 01.00 hingga 03.00 WIB. Dari total 972 siswa, sekitar 43% mengalami keluhan kesehatan, mulai dari sakit perut ringan hingga diare berulang.
“Kemudian tadi pagi kami kroscek ke seluruh kelas di SMA 1 Jogja. Dari hasilnya, siswa kami yang berjumlah 972 orang, tercatat 426 siswa mengalami sakit perut tadi malam, sekitar pukul 1 sampai pukul 3 dini hari,” ujar Ngadiya saat ditemui di sekolah, Kamis (14/10/2025).
Dari jumlah tersebut, 33 siswa tercatat tidak masuk sekolah pada keesokan harinya.
“Cek lagi yang tidak masuk ada 33 siswa. Itu ada yang sakit ada juga yang alasan lain,” tambahnya.
Ngadiya mengatakan kejadian ini baru terjadi sekali ini di sekolahnya. Siswa merasakan gejala saat tidur di malam hari. Menurutnya, sebagian berobat ke fasyankes namun tidak sampai dirawat inap, sebagian siswa hanya diobati di rumah masing-masing.
“Tadi pagi ada beberapa yang masih merasa sakit perut, tapi sudah diberi obat di UKS dan pulang belajar seperti biasa,” ungkap Ngadiya.
“Alhamdulillah tidak ada (rawat inap). Saat ini kami juga sedang mengambil beberapa sampel makanan dari rumah siswa dan dari sekolah untuk diperiksa lebih lanjut,” imbuhnya.
Ngadiya mengonfirmasi pihak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Wirobrajan hingga Pihak puskesmas sudah mendatangi sekolah. Dari pernyataan pihak SPPG, sumber masalahnya ada di ayam dalam menu MBG.
Adapun menu MBG kemarin yang disantap siswa pada Rabu (15/10), berisi nasi, ayam saus barbeque, salat, dan pisang.
Dugaan sementara mengarah pada kualitas ayam yang disebut “terlalu mruput masak” atau tidak matang sempurna.
“Tadi pagi SPPG Wirobrajan sudah ke sini didampingi Puskesmas. Konfirmasi tadi dari SPPG mengakui kemungkinan ada keracunan dari MBG, kemungkinan dari ayamnya. SPPG mengaku yang masak kemruputen (terlalu pagi), sehingga dikirim ke sini agak lama,” ujar Ngadiya.
Meski tidak terlihat tanda-tanda makanan rusak, beberapa siswa sempat merasakan perbedaan rasa dari menu yang disajikan.
Salah satu siswa, Veda, mengaku mengalami demam dan diare sejak pulang sekolah dan merasa trauma untuk kembali mengonsumsi MBG.
“Sorenya demam, malamnya diare. Hari ini masih sakit, tadi sudah tiga kali diare,” ungkap Veda.
Lebih lanjut Ngadiya mengatakan bahwa pihak sekolah telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap makanan MBG dan kondisi para siswa.
Sementara itu, penyedia MBG, yakni SPPG Wirobrajan, belum memberikan keterangan resmi, namun disebut bersedia menanggung biaya pengobatan siswa yang terdampak.
“Mereka (SPPG) menyatakan akan bertanggung jawab dan meng-cover semua kebutuhan penanganan. Masih, (MBG) tetap berjalan. Tapi mereka memastikan hal seperti ini tidak terulang lagi, dan akan diamati reaksi siswa setelah makan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, telah mengingatkan agar peristiwa keracunan akibat MBG tidak terulang kembali. Sultan menilai proses memasak yang terlalu dini menjadi salah satu penyebab makanan cepat basi.
Program MBG yang bertujuan meningkatkan gizi siswa kini berada di bawah sorotan. Meskipun sebelumnya berjalan lancar, insiden ini menjadi peringatan penting terkait pengawasan kualitas makanan yang disediakan. Banyak orang tua dan siswa berharap evaluasi menyeluruh dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang.