26.9 C
Jakarta
Thursday, October 23, 2025
spot_img

SAH! Kementerian ESDM Pastikan Ormas, Koperasi, dan UKM Bisa Kelola Tambang Nikel hingga Bauksit

Petisi Brawijaya Media – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi membuka peluang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, koperasi, dan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mengelola tambang mineral, termasuk nikel, timah, dan bauksit. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas partisipasi masyarakat dalam sektor pertambangan dan mendorong pemerataan ekonomi.

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menyampaikan bahwa kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025, yang merupakan perubahan kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39/2025 ditegaskan bahwa entitas bisnis tersebut bisa mengelola tambang di luar perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Dengan kata lain, mereka dapat mengelola tambang di luar komoditas batu bara yakni mineral logam.

“Ini untuk ke depan, bukan hanya batu bara, tapi juga komoditas mineral seperti nikel akan dibuka untuk ormas, koperasi, dan UKM,” ujar Yuliot dalam acara Indonesia Summit 2025 di Jakarta, Rabu (8/10/2025).

Lebih lanjut, Yuliot juga memastikan Kementerian ESDM sedang menyiapkan peraturan pelaksanaan atau teknis dari PP tersebut. Namun, dia belum dapat mengungkapkan kapan peraturan menteri (permen) tersebut terbit.

“Jadi di dalam PP ini kan harus ada peraturan pelaksanaan. Jadi kami dari Kementerian ESDM lagi menyelesaikan peraturan pelaksanaan untuk pelaksanaan PP ini,” tegas dia.

Sebagai informasi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 menegaskan peran koperasi dalam sektor pertambangan melalui sejumlah pasal penting. Beberapa poin penting dalam regulasi ini meliputi:

Pasal 26C, yang mengatur bahwa verifikasi administratif terkait legalitas dan keanggotaan koperasi dilakukan oleh menteri yang membidangi urusan koperasi, sebagai dasar pemberian prioritas kepada koperasi.

– Selanjutnya, Pasal 26E menyebutkan bahwa berdasarkan hasil verifikasi tersebut, menteri dapat menerbitkan persetujuan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam atau batu bara secara prioritas melalui Sistem OSS.

Adapun, di dalam PP baru tersebut juga diatur mengenai luasan lahan tambang yang dapat digarap oleh Koperasi dan Badan Usaha Kecil-Menengah, Organisasi Masyarakat (Ormas), BUMN-BUMD dan Badan Usaha Swasta yang bekerja sama dengan perguruan tinggi.

Berikut bunyinya:

Pasal 26F Ayat (1):
Luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP)Mineral logam atau WIUP Batubara untuk Koperasi dan Badan Usaha kecil dan menengah diberikan:

a. paling luas sebesar 2.500 (dua ribu lima ratus) hektare untuk WIUP Mineral logam; atau

b. paling luas sebesar 2.500 (dua ribu lima ratus) hektare untuk WIUP Batubara.

Pasal 26 F ayat (2):
(2) Luas WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara untuk Badan Usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan, diberikan:

a. paling luas 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare untuk WIUP Mineral logam; atau

b. paling luas 15.000 (lima belas ribu) hektare untuk WIUP Batubara.

Pasal 26 F ayat (3):
(3) Luas WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara untuk BUMN, BUMD, dan Badan Usaha swasta yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi, diberikan:

a. Paling luas 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare untuk WIUP Mineral logam; atau

b. paling luas 15.000 (lima belas ribu) hektare untuk WIUP Batubara.

Pasal 26 F ayat (4):
(4) Luas WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara untuk BUMN dan Badan Usaha Swasta dalam rangka peningkatan nilai tambah/hilirisasi, diberikan:

a. paling luas 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare untuk WIUP Mineral logam; atau

b. paling luas 15.000 (lima belas ribu) hektare untuk WIUP Batubara.

Sementara itu, Dewan Penasihat Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Djoko Widajatno, menyambut baik kebijakan ini namun menekankan pentingnya pendampingan teknis dan pembiayaan dari pemerintah.

Ia pun mengusulkan pembentukan program inkubator tambang dan skema kemitraan wajib antara koperasi/UKM dengan perusahaan tambang berizin.

“Koperasi bisa diberi hak atas lahan, tapi wajib bermitra dengan perusahaan yang punya standar Kesehatan Kerja Lingkungan (K3L), Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), dan digital compliance tambang atau penerapan teknologi digital untuk memastikan kepatuhan dalam proses pertambangan agar praktik pertambangan tetap bertanggung jawab,” ujar Djoko, saat dihubungi pada Rabu, (8/10/2025).

“Dan tahapan bertahap sebaiknya izin besar seperti 25.000 hektare (ha) tidak langsung dikucurkan sekaligus, tapi progressive allocation,” sambungnya.

Ia menilai, dengan begitu, kebijakan ini bisa menjadi sumber pasokan berkelanjutan bagi smelter nasional, dan bukan sekadar politik redistribusi izin.

“PP 39 membuka peluang baru bagi partisipasi lokal di sektor mineral, bukan hanya batubara. Bagi industri nikel, ini bisa menjadi momentum untuk memperluas basis pasokan nasional—asalkan disertai tata kelola dan kemitraan yang disiplin,” tambahnya.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi memberi jatah Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

1,459FollowersFollow
7,451FollowersFollow
7,700SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles