Petisi Brawijaya Media – Pakar telematika Roy Suryo kembali memicu kontroversi publik dengan menunjukkan salinan ijazah milik Presiden Joko Widodo yang ia peroleh dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pada Senin (13/10/2025).
Roy mengklaim bahwa dokumen tersebut memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dengan ijazah milik tiga alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) lainnya yang lulus pada periode serupa.
“Kami bandingkan dengan tiga ijazah alumni UGM yang kami verifikasi. Ada perbedaan dimensi, format huruf, dan penempatan tanda tangan. Ini bukan asumsi, tapi analisis visual dan digital,” ujar Roy Suryo di hadapan media, Senin (13/10/2025).
Roy pun memaparkan tiga ijazah pembanding dari alumni Fakultas Kehutanan UGM yang lulus pada era 1980-an. Ia menyebut nama-nama seperti Sigit Sunarta dan Dian Sandi sebagai pemilik dokumen pembanding yang telah diverifikasi secara visual dan administratif.
“Pertama ijazah yang pernah dipegang oleh Pak Sigit Sunarta ya tahun 2022. Kemudian kedua di-upload oleh Dian Sandi apa utama yang ketika tanggal 1 April 2025. Kemudian ditampilkan pada press conference di Bareskrim yang waktu itu terlipat. Jelek bangetlah waktu itu. Yang keempat ini mereka itu similar,” ungkap Roy.
Roy menyebut bahwa salinan ijazah Jokowi yang ia pegang merupakan dokumen legalisir yang digunakan saat pencalonan sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012.
Untuk memperkuat analisisnya, Roy Suryo juga membandingkan dokumen tersebut dengan tiga ijazah lain dari lulusan yang sama dengan Jokowi. Hasilnya, ia menemukan perbedaan signifikan yang menurutnya tidak logis.
Ia mengklaim bahwa dokumen tersebut memiliki sejumlah kejanggalan, termasuk ketidaksesuaian layout dan elemen grafis yang tidak lazim digunakan oleh UGM pada masa itu.
“Huruf A-nya yang ada di sini ini A-nya masuk ke dalam logo. A-nya mencot yang punyanya Jokowi. A-nya mencontoh yang ini ya. Yang lain ini masuk. Jadi 1 2 3 ini sama persis. Sedangkan ijazah Joko itu beda dengan yang mereka lain. Masuk akal tidak dalam sebuah wisuda yang sama. dalam sebuah hal yang katanya dicetak pada hari yang sama ya kan ini kan diwisuda tanggal 5 November ini 5 November ini 5 November juga apa 1985 ini juga 5 November tiga ini sama persis,”jelasnya.
Roy berharap temuan ini dapat menjadi novum atau bukti baru dalam proses hukum yang sedang berjalan terkait dugaan pemalsuan dokumen.
“Ini akan menjadi bukti sangat kuat bagi kami untuk meneruskan perjuangan. Karena apa yang ada di berkas ini adalah sama atau identik dengan yang sudah kami teliti. Kami berkesimpulan 99,9% ini adalah palsu,” tegas Roy.
Di lokasi yang sama, pengamat kebijakan publik, Bonatua Silalahi, juga menerima salinan ijazah Jokowi. Ia menegaskan bahwa permohonan dokumen ini ia lakukan untuk kepentingan publik yang lebih luas.
“PPID KPU DKI sudah menyerahkan ke kita, rakyat ya, saya bilang rakyat karena saya memintanya atas nama publik. Meskipun pribadi saya yang meminta, tapi ini sebenarnya untuk publik,” ujar Bonatua.
Meski begitu, Bonatua menyatakan ketidakpuasannya terhadap salinan yang diterima. Ia menyoroti adanya bagian informasi penting yang dihapus, bukan sekadar dihitamkan sesuai prosedur Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Terus terang saya kurang puas karena apa, seharusnya ini disertakan juga uji konsekuensi kenapa misalnya nama ini dihapus, tanda tangannya ini dihapus,” tuturnya. “Ya kalau seharusnya, biasanya kalau di UU KIP-nya dihitamkan, tapi ini dihapus,” ucap dia.
Selain Roy Suryo dan Bonatua, pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal sebagai Dr. Tifa juga turut hadir di KPUD DKI Jakarta untuk meminta dokumen serupa.
Roy Suryo beserta beberapa tokoh lain seperti dokter Tifauzia Tyassuma, hingga ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar, memang figur yang lantang mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi.
Roy Suryo cs pun telah dilaporkan Jokowi terkait kasus dugaan fitnah/pencemaran nama baik buntut tudingan ijazah palsu pada akhir April 2025 lalu. Namun, mereka hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka.